A Never-Ending Story
“Tiara…!!!” seorang cowok dengan kaos belelnya berlari mengejar gadis
dengan mini dress dan sneakers usangnya yang tampak melebarkan langkahnya
diantara meja meja kafe yang sore itu cukup ramai. Gadis itu terburu-buru
berjalan menjauh sambil terus berusaha untuk tidak menarik perhatian orang
orang disekitarnya.
“Tiara, tunggu” cowok itu akhirnya berhasil meraih tangan gadis yang
dikejarnya tadi tepat saat gadis itu keluar dari kafe di sudut ibukota itu.
Mata gadis itu tampak berkaca kaca menahan tangisnya.
“Lo balik bareng gue, Ra” cowok itu menarik tangan gadis itu dan
menuntunnya ke parkiran. Keduanya sama sama terdiam. Sama sama canggung harus
berkata apa. Dan tidak ada yang memulai pembicaraan, bahkan sampai motor yang
dikendarai cowok dengan kaos belelnya tadi meninggalkan kafe dan lenyap di
persimpangan jalan.
Sementara itu disudut kafe tadi seorang cewek tampak duduk dengan
kasar di sofa marun yang menghadap ke jendela kaca dengan pemandangan jalanan
ibukota yang ramai. Keningnya tampak berkerut dan wajahnya tampak sangat tidak
bersahabat.
“Lo harusnya bisa sedikit lebih tenang, Gin. Dan lo ga seharusnya
gituin Tiara” seorang cowok tampak meneguk minuman kalengnya tepat saat gadis
dengan wajah tidak bersahabat tadi duduk di sebelahnya.
“Apa? Jadi lo suruh gue tenang gitu saat cowok gue di goda cewek
lain?” ucap gadis yang –ternyata- bernama Gina.
“Dia ga godain gue” kali ini seorang cowok dengan jaket baseball merah
menyahut dengan nada yang ketus.
“Lantas itu apa namanya? Lenyeh lenyeh? Gue mulai curiga jangan jangan
lo suka sama dia. Yakan, Tara? Jawab gue” Gina kembali menyahut. Kali ini
dengan nada suara yang lebih tinggi.
“Stop Gina! Gue muak liat kelakuan lo. Selalu keras kepala. Gabisa apa
lo berfikir sedikit lebih dewasa? Berhenti dendam sama Tiara karna dia ga
ngelakuin apa apa ke elo” cowok yang dengan jaket baseball yang bernama Tara
tadi mulai tersulut emosinya. Dia melepas topi yang dikenakannya dan
menghempaskannya ke meja di hadapan mereka. Membuat beberapa gelas tergeser dan
nyaris menumpahkan isinya.
“Hah, emang lo sama aja sama dia. Munafik” Gina masih saja melancarkan
kata kata pedasnya pada Tara dan kali ini benar benar membuat Tara muak dan
meninggalkan kafe itu denga cepat.
“Cewe gila lo!” beberapa teman Tara yang juga nongkrong disana ikut
mencibir Gina yang masih bergumam gak jelas begitu melihat Tara pergi. Mereka
satu persatu ikut pergi dan meninggalkan Gina dengan sebongkah cemburu yang
terus menguasainya.
“Ayo mampir, Ndre” Tiara turun dari motor sport milik Andre sambil
melepas helmnya. Gadis itu berdiri sambil tersenyum kearah Andre yang masih
duduk diatas motornya.
“Orang rumah lo gaada?” tanya Andre sambil turun dari motornya juga dan
melepas helmnya. Pandangannya tertuju pada rumah Tiara yang terkesan asri dan
minimalis.
“Biasa, urusan duniawi. Yuk masuk” Tiara berseru kecil sambil berjalan
menuju teras rumahnya diikuti Andre yang berjalan sambil menenteng helmnya
dengan senyum yang mengambang mendengar jawaban ketus Tiara.
“Duduk, Ndre. Gue ambil minum dulu” ucap Tiara mempersilahkan Andre
duduk di kursi jepara yang terletak di sudut teras disamping sebuah bunga
anthurium yang berwarna merah.
“Iya iya. Sorry gue ngerepotin. Beneran haus sih gue emang” ucap Andre
sambil tertawa kecil.
Tiara yang mendengar perkataan teman sahabatnya itu hanya bisa
tersenyum kecil dan berlalu kedalam. Pikirannya masih melayang saat dia yang
sedang nongkrong sendiri di sebuah kafe sambil berusaha mengerjakan tugas
kampusnya yang akhirnya dikejutkan oleh kehadiran sahabatnya Tara dan beberapa
orang temannya. Awalnya mereka memang bertukar cerita satu sama lain dan saling
bercanda. Namun semua menjadi rusuh ketika Gina datang. Gina yang notabene
adalah pacar Tara yang tidak pernah berhenti menyindir Tiara yang memang
menaruh rasa pada Tara. Rasa yang lebih dari sekedar teman.
“Loh, non Tiara sudah pulang? Bibi kirain siapa tadi” Bi Anti yang
sudah bekerja puluhan tahun dengan keluarga Tiara mengagetkan Tiara dari
lamunannya.
“Ehehe iya Bi, baru aja nyampe” ucap Tiara sambil berjalan kearah
lemari es dengan dua buah gelas di tangannya.
“Sama temennya ya non?” tanya Bi Anti lagi sambil mengeluarkan
beberapa toples yang berisi biskuit coklat.
Tiara mengangguk sambil membawa dua gelas yang diisinya dengan jus
apel dari lemari esnya keluar. Dan di belakangnya, bi Anti tampak mengekor
sambil membawa dua toples yang berisi biskuit.
Tiara duduk disamping Andre setelah berterima kasih pada bi Anti dan
mempersilahkan Andre untuk minum. Dan tanpa sadar, Tiara memperhatikan Andre
yang menegak minumannya dengan cepat dan hanya menyisakan separuh dari isi
gelasnya. Yang mau tidak mau membuat Tiara terkekeh geli.
“Haus banget ya, Ndre?” tanya Tiara disela tawanya yang membuat
rambutnya yang terikat acak menjadi semakin beratakan karna tubuhnya bergoyang.
Andre yang keki mendengar ucapan Tiara hanya bisa nyengir sambil
menggaruk keki tengkuknya dan mengangguk. Belum pernah sejujurnya Andre sedekat
ini dengan Tiara. Pertama kali mereka bertemu bahkan sudah nyaris setahun yang
lalu. Dan Tiara memang jarang bertemu dengan Tara. Tentu karna alasan yang
cukup jelas yaitu, Gina.
“Sorry ya, gue jadi ngerepotin lo, Ndre” ucap Tiara merasa sedikit
tidak enak hati dengan Andre. “Gue tau lo baru balik dari luar kota kan?”
sambung Tiara lagi yang beberapa hari lalu sempat membaca tweet Andre soal
study tour.
“Ga masalah lagi, Ra. Lo itu kan sahabatnya temen gue. Bahkan dua
temen gue yang lain ternyata sahabat lo. Jadi santai aja” jawab Andre sambil
mencomot sepotong biskuit dari dalam toples.
“Maksud lo Dinda sama Lulu?” kali ini Tiara bertanya sambil menaruh
minat pada Andre. Bagaimanapun belakangan Andre dekat dengan Dinda. Sahabatnya
dari SMP yang benar benar susah jatuh cinta. Dan tidak menutup kemungkinan buat
Tiara untuk mengorek ngorek beberapa hal tentang Dinda dimata Andre.
Andre mengangguk “Kemaren gue jalan bareng Dinda sebelum gue study
tour. Nah, kita berdua cerita cerita gitu. Dan gatau gimana sampe ke soal lo
dan Tara gitu. As you know la, walaupun kita follow-followan di twitter, tetep aja kita ketemu baru sekali
dua kali. Dan itu udah lama banget” jelas Andre sambil kembali menyomot biskuit
dan mengulumnya dalam waktu singkat.
“Hahaha iya. Gue. juga baru sadar kalo kita baru ketemu sekali dua
kali. Parah banget. Bahkan gue ga pernah liat lo pada manggung” ucap Tiara
sambil ikut mencomot biskuit coklat yang menjadi cemilan favoritnya.
“Lo aja yang parah ga pernah mau liat gue sama anak anak perform”
jawab Andre sambil mengeluarka pad-nya.
“Kaya ga paham aja lo, Ndre” sahut Tiara cepat sambil melepas ikatan
rambutnya dan membiarkan rambutnya tergerai. “Gina bakal terkam gue idup idup”
sambung Tiara lagi.
“Cewek itu emang ga penting. Gue selalu heran kenapa Tara bisa bisanya
jatuh cinta sama cewe kaya dia” Andre nyerocos sambil mengaktifkan
messengernya. “Bukan gue bermaksud untuk ngatain dia jelek atau apa. Tapi, dia
itu worthless banget. Gaada bagus bagusnya. Dia ga pernah bisa jaga attitude
dia. Bener bener cewe memalukan” Andre kali ini tampak bicara serius tanpa
memperdulikan pad-nya. Pandangannya tertuju pada Tiara yang entah sejak kapan
mulai tertunduk.
“Lo gapapa, Ra?” tanya Andre saat menyadari Tiara mulai memainkan
ujung bajunya gelisah. Tiara seperti seseorang yang kehilangan arah dan begitu
teruka.
Tiara menggeleng lemah “Gapapa, Ndre. Gue biasa di giniin. 10 tahun
gue sahabatan sama Tara, gue emang ga pernah bisa lepas dari bayang bayang
Gina. Gue heran kenapa dia masih terus musuhin gue. Padahal gimanapun juga,dia
itu dulu deket banget sama gue” kali ini suara Tiara benar benar terdengar
lemah dan bergetar. Dan itu membuat Andre sadar bahwa Tiara benar benar
terluka.
Andre meletakkan padnya yang baru saja dia pegang dan menoleh kearah
Tiara. Anak anak rambut berjatuhan disekitar wajahnya. Bibir penuhnya digigit
oleh dirinya sendiri. Pertanda kalau gadis itu benar benar risau. Dan wajahnya
masih tertunduk menghadap tanah. Berusaha untuk menutupi semua kerisauannya.
Dan entah kenapa pemandangan dihadapan Andre itu benar benar mmebuat darahnya
berdesir. Tidak pernah sekalipun dia merasakan perasaan ini sebelumnya. Dan ini
benar benar diluar kendalinya.
“Andre…” Tiara menengadah namun sekejap terdiam untuk beberapa saat
menyadari bahwa Andre sedang menatapnya dengan tatapan yang tidak biasa. Mata
mereka bertemu dan saling bertukar pandangan. Namun secepat kilat Andre
memalingkan wajahnya dan menatap pad dihadapannya.
“Kenapa, Ra?” tanya Andre saat dia mulai bisa mengatur detak
jantungnya yang entah kenapa menjadi berdebar dua bahkan tiga kali lebih cepat.
“Gue gatau kenapa gue pengen nanya ini ke elo. Dan gue harap lo
berniat cerita ke gue” ucap Tiara lirih.
Andre terdiam dan sadar bahwa Tiara pasti sedang bergumul dengan
perasaannya sendiri. Sesuatu yang pasti sangat memilukan. Menyadari bahwa Gina
yang seharusnya sedikit bisa mengerti dirinya tidak bisa menahan segala
ucapannya dan malah berbalik menyerangnya. Bahkan di depan Tara pacar Gina yang
juga sahabat Tiara. Masih jelas diingatan Andre bagaimana Tiara yang datang
dengan seorang temannya berjalan dengan dada terbusung dan dagu terangkat
kearah meja mereka. Lalu dengan lantangnya berseru dan mengatakan betapa dia
merindukan sosok Tiara yang sudah lama tidak bertemu dengannya dan tentu saja
dengan embel embel perebut pacar orang.
Masih jelas juga di ingatan Andre bagaimana terkejutnya Tiara saat
mendapati sosok Gina di hadapannya. Sedikit banyak Andre memang tahu tentang
masalah antara Gina juga Tiara. Masalah klise tentang persahabatan dan cinta
yang seharusnya tidak perlu di lebih-lebihkan. Andre juga masih bisa melihat bagaimana
Tiara mencoba menahan air matanya dan tetap membela dirinya walau dengan suara
yang nyaris bergetar. Juga saat Tiara memutuskan untuk pergi dan nyaris
menjatuhkan macbooknya. Semua masih bisa terputar jelas dalam pikiran Andre.
Kejadian yang memang benar benar tidak seharusnya terjadi pada diri seorang
Tiara yang menyayangi sahabatnya dengan begitu tulus.
“Lo mau tau apa dari gue? Gue bakal jawab sebisa gue” jawab Andre
pelan seolah ikut dalam kegelisahan yang dirasakan Tiara. Dan Andre juga merasa
perlu untuk membantu Tiara. Karna bagaimana pun, dia sudah masuk kedalam dunia
Tiara. Dengan Tara sebagai sahabatnya dan Dinda yang beberapa waktu ini selalu
dengannya. Dan Tara maupun Dinda adalah sahabat terbaik Tiara.
“Apa bener Tara sama Gina udah tunangan?” kata kata itu meluncur
begitu saja dari bibir Tiara. Pertanyaan yang selama ini sudah berapa kali coba
dia telan sendiri. Kenyataan pahit yang cepat atau lambat akan dia tanyakan
pada Tara.
“Kenapa lo harus tanya ke gue lagi kalo lo udah tau jawabannya?” Andre
balik bertanya pada Tiara yang tampak mengitari pinggiran gelasnya dengan
telunjuknya.
“Gue…gue cuma pengen make sure aja. Setidaknya, gue langsung tau dari
lo yang selalu ketemu dia” jawab Tiara masih tetap dengan telunjuknya yang
menari mengitari gelas.
Andre terdiam lalu detik berikutnya dia mengangguk dan mengalirlah
cerita tentang Tara dari bibirnya. Tidak jarang Andre mendapati Tiara menganga
dan menggeleng lemah berusaha untuk tidak mempercayai setiap fakta yang terucap
lewat bibir Andre. Namun tidak pernah sekalipun Tiara menyela perkataa Andre.
Gadis itu terus mendengarkan dan mendengarkan. Walaupun Andre tau itu bukanlah
hal mudah dia terima. Andre memulai saat Gina yang belakangan acap kali datang
kerumah Tara dan menghabiskan waktu disana hingga akhirnya berbuntut hubungan
yang lebih dari sekedar pacaran dan sampailah ke cerita bahwa akhirnya mereka
berdua memutuskan untuk bertunangan dengan tujuan hidup yang jelas mereka akan
berdua di akhir nanti.
Andre menghela nafasnya berat. Benar benar berat rasanya menceritakan
rahasia sahabatnya pada gadis yang jelas jelas dia tau akan sangat terluka
mendengar setiap kenyataan yang ada. Andre sadar kalau tidak ada dirinya saat
ini, Tiara pasti akan menangis.
“Gue yakin dia sayang ke elo, Ra. Dia Cuma gabisa bersikap di depan
lo. Lo ngerti maksud gue?” tanya Andre memecah keheningan diantara mereka.
Tiara menggeleng “Gue bahkan ga yakin dia sayang sama gue. Oke dia
emang selalu bilang ke gue dia sayang sama gue. Sayang yang masih tetep sama
kaya 10 tahun yang lalu. Tapi dia ga pernah berlaku kaya dia sayang ke gue. Dia
ga pernah buat gue ngerasa kaya sahabatnya, Ndre” Tiara mulai mengeluarkan
semua uneg-unegnya pada Andre yang memang akan mendengarkannya.
“Dia ga pernah cerita apapun ke gue. Dia selalu datang ke gue kalo
punya masalah sama orang lain atau tugas kuliahnya. Dia ga pernah jujur ke gue,
Ndre. Dan lo bisa liat sendiri tadi kan? Dia bahkan ga berkutik saat gue di
kata katain Gina. Dan dia selalu gitu” suara Tiara semakin bergetar. Tangannya
tampak terkepal sambil menggengam pinggiran kursi jeparanya. Sekuat tenaga
gadis itu menahan tangisnya agar tidak pecah. Bagaimanapun Tiara sudah terlalu
lelah untuk menangis.
“Gina pernah bermasalah sama temen gue, Ndre. Dan dia sampe ngeDM
temen gue di twitter. Dan sampailah masalah itu ke Tara. Dan lo tau apa? Tara
malah nyalahin temen gue. Gimana gue ga kesel sama dia, Ndre?” Tiara berucap
dengan nada yang benar benar tidak bisa disembunyikan lagi kegundahannya. Dia
benar benar tidak mengerti kemana lagi dia harus mengadu.
Andre mendekatkan kursinya lalu menarik Tiara dalam pelukannya. Sekuat
tenaga dia meyangkal dirinya agar tidak bertindak yang mungkin akan membuat
keadaan makin kacau atau bahkan timbul kesalah pahaman. Tapi dia benar benar
tidak mengerti kenapa dia seperti reflex berjalan dan menarik gadis itu dalam
pelukannya. Mata Tiara yang berkaca kaca, suaranya yang semakin lirih dan
bergetar, juga pegangan tangannya yang mengendur dari pinggiran kursi, semua
benar benar membuat Andre tidak bisa menahan diri untuk tidak menenangkan gadis
itu.
“Nangis sepuas lo, Ra” Andre mengusap pucuk kepala Tiara lalu
berpindah ke punggung gadis itu. Andre benar benar tidak bisa menahan
perasaannya yang seperti bisa merasakan apa yang Tiara rasakan.
“Gue cuma pengen dia ngerasa gue sahabatnya. Gue ga butuh semua bbm
dia yang bilang sayang gue atau apapun itu. Gue pengen dia ngerasa nyaman ke
gue tanpa perlu ada yang dia tutupin dari gue. Gue bakal terima dia apa adanya.
Karna sekali dia sahabat gue, dia bakal terus jadi sahabat gue” kali ini tangis
Tiara pecah dalam pelukan Andre. Walaupun awalnya Tiara enggan untuk
menunjukkan kegelisahannya pada Andre, namun benteng itu seketika roboh saat
Andre menarik gadis itu kedalam pelukannya dan memberikannya sebuah tumpuan
ditengah kebimbangannya.
“Iya. Gue ngerti apa yang lo rasain, Ra. Gue paham gimana perasaan lo.
Tapi, kalo boleh gue jujur sama lo, gue pengen lo tau dia gitu ke elo
sebenernya karna dia ngerasa serba salah. Dia bingung gimana harus bersikap ke
elo juga Gina. Elo itu terlalu dia sayang. Dan Gina, cewek keras kepala itu
akan selalu gangguin elo kalo lo dibelain Tara.” Andre melepas pelukannya dan
mencoba meminta pengertian ke Tiara.
“Gue ngomong gini bukan sebagai sahabat Tara, tapi lebih karna gue care
ke elo. Ini bukan maksud gue buat ngebelain Tara. Tapi, emang begitulah Tara
yang sebenernya. Dia terlalu takut Gina akan semakin nyakitin lo. Makanya dia
ga mencoba buat ngebelain lo di depan Gina. Padahal kalo boleh jujur, dia bener
bener marah sama dirinya sendiri” sambung Andre lagi sambil menatap mata Tiara
dalam sambil mencoba untuk meyakinkan Tiara.
Tiara yang menyimak setiap kata yang keluar dari bibir Andre benar
benar merasakan hal yang tidak bisa dia deskripsikan. Perasaannya benar benar
campur aduk mendengar perkataan Andre. Ada rasa sesak yang menyesaki
perasaannya, juga ada rasa marah karna Tara benar benar tidak bisa menentukan
sikapnya. Namun dilain sisi, seterluka apapun Tiara, gadis itu benar benar
tidak bisa marah dan membenci sosok Tara yang sejak awal dia ketahui sebagai
first love nya.
“Lo percaya sama gue kan, Ra?” tanya Andre ditengah keheningan yang
tercipta diantara mereka.
Tiara menengadah dan menatap kearah Andre. Tersadar bahwa Andre yang
memiliki campuran darah barat dari kakeknya ini memiliki mata kecoklatan yang
benar benar kontras dengan kulitnya yang sedikit menghitam karna dijilat
matahari.
“Gue percaya lo kok, Ndre” jawb Tiara lemah. Dia benar benar masih
tidak percaya bahwa sebenarnya Tara ada di posisi seterjepit itu. Dan yang bisa
Tiara lakukan sekarang hanyalah menerima kenyataan dan juga berusaha untuk
tenang.
“Gue Cuma ga pernah berfikir kalau Tara ada di posisi sedemikian
sulitnya” sambung Tiara lagi sambil mengusap sisa sisa air mata yang menggenang
di pelupuk matanya.
“Gue tau ni sulit dipercaya. Tapi ya inilah kenyataannya, Ra. Dia
sayang lo, dan dia gamau Gina selalu nyusahin lo” jawab Andre lagi sambil
kembali berusaha menenangkanTiara. Sementara Tiara hanya bisa tersenyum kecil. Senyuman yang dihadiahkannya khusus
untuk Andre sahabat Tara yang terkenal playboy. Dan berhasil membuat jantung
Andre bekerja lebih cepat dan menjalari rasa hangat ketubuhnya.
“Lo bisa cerita apapun ke gue, Ra. Kapanpun” seru Andre tepat saat
senyuman yang mengambang di wajah Tiara nyaris hilang.
“Thanks ya, Ndre. Gue gatau gimana caranya berterima kasih ke elo”
sahut Tiara kembali menyunggingkan senyumnya.
-END-
*sebuah cerita singkat yang terlalu pahit untuk diteruskan
No comments:
Post a Comment