Pages

Saturday, May 19, 2012

a never ending story

a never ending story sejujurnya adalah tulisan dari hati yang udah ada di file notebook akuk sejak akhir 2011. file ini bukannya terabaikan, tapi ini malah salah satu file yang sering banget aku plototin isinya dan dibaca berulang ulang. dan sekarang, aku udah asli give up banget buat nulis ini. disamping dengan batin yang tidak ingin goyah lagi, aku juga pengen sekalia ngelepas uneg-uneg aja. cerita ini sendiri adalah cerita yang sedikit banyak benar benar terjadi dan benar benar dialami. sesuatu yang benar benar mencabik perasaan namun terlalu indah untuk dilupakan begitu saja. masih terlalu banyak kenangan dibalik luka yang tertoreh ini. yang jelas, cerita benar benar ditulis pake hati atau lebih tepatnya tercurah dari hati.


A Never-Ending Story



“Tiara…!!!” seorang cowok dengan kaos belelnya berlari mengejar gadis dengan mini dress dan sneakers usangnya yang tampak melebarkan langkahnya diantara meja meja kafe yang sore itu cukup ramai. Gadis itu terburu-buru berjalan menjauh sambil terus berusaha untuk tidak menarik perhatian orang orang disekitarnya.

“Tiara, tunggu” cowok itu akhirnya berhasil meraih tangan gadis yang dikejarnya tadi tepat saat gadis itu keluar dari kafe di sudut ibukota itu. Mata gadis itu tampak berkaca kaca menahan tangisnya.

“Lo balik bareng gue, Ra” cowok itu menarik tangan gadis itu dan menuntunnya ke parkiran. Keduanya sama sama terdiam. Sama sama canggung harus berkata apa. Dan tidak ada yang memulai pembicaraan, bahkan sampai motor yang dikendarai cowok dengan kaos belelnya tadi meninggalkan kafe dan lenyap di persimpangan jalan.

Sementara itu disudut kafe tadi seorang cewek tampak duduk dengan kasar di sofa marun yang menghadap ke jendela kaca dengan pemandangan jalanan ibukota yang ramai. Keningnya tampak berkerut dan wajahnya tampak sangat tidak bersahabat.

“Lo harusnya bisa sedikit lebih tenang, Gin. Dan lo ga seharusnya gituin Tiara” seorang cowok tampak meneguk minuman kalengnya tepat saat gadis dengan wajah tidak bersahabat tadi duduk di sebelahnya.

“Apa? Jadi lo suruh gue tenang gitu saat cowok gue di goda cewek lain?” ucap gadis yang –ternyata- bernama Gina.

“Dia ga godain gue” kali ini seorang cowok dengan jaket baseball merah menyahut dengan nada yang ketus.

“Lantas itu apa namanya? Lenyeh lenyeh? Gue mulai curiga jangan jangan lo suka sama dia. Yakan, Tara? Jawab gue” Gina kembali menyahut. Kali ini dengan nada suara yang lebih tinggi.

“Stop Gina! Gue muak liat kelakuan lo. Selalu keras kepala. Gabisa apa lo berfikir sedikit lebih dewasa? Berhenti dendam sama Tiara karna dia ga ngelakuin apa apa ke elo” cowok yang dengan jaket baseball yang bernama Tara tadi mulai tersulut emosinya. Dia melepas topi yang dikenakannya dan menghempaskannya ke meja di hadapan mereka. Membuat beberapa gelas tergeser dan nyaris menumpahkan isinya.

“Hah, emang lo sama aja sama dia. Munafik” Gina masih saja melancarkan kata kata pedasnya pada Tara dan kali ini benar benar membuat Tara muak dan meninggalkan kafe itu denga cepat.

“Cewe gila lo!” beberapa teman Tara yang juga nongkrong disana ikut mencibir Gina yang masih bergumam gak jelas begitu melihat Tara pergi. Mereka satu persatu ikut pergi dan meninggalkan Gina dengan sebongkah cemburu yang terus menguasainya.



“Ayo mampir, Ndre” Tiara turun dari motor sport milik Andre sambil melepas helmnya. Gadis itu berdiri sambil tersenyum kearah Andre yang masih duduk diatas motornya.

“Orang rumah lo gaada?” tanya Andre sambil turun dari motornya juga dan melepas helmnya. Pandangannya tertuju pada rumah Tiara yang terkesan asri dan minimalis.

“Biasa, urusan duniawi. Yuk masuk” Tiara berseru kecil sambil berjalan menuju teras rumahnya diikuti Andre yang berjalan sambil menenteng helmnya dengan senyum yang mengambang mendengar jawaban ketus Tiara.

“Duduk, Ndre. Gue ambil minum dulu” ucap Tiara mempersilahkan Andre duduk di kursi jepara yang terletak di sudut teras disamping sebuah bunga anthurium yang berwarna merah.

“Iya iya. Sorry gue ngerepotin. Beneran haus sih gue emang” ucap Andre sambil tertawa kecil.
Tiara yang mendengar perkataan teman sahabatnya itu hanya bisa tersenyum kecil dan berlalu kedalam. Pikirannya masih melayang saat dia yang sedang nongkrong sendiri di sebuah kafe sambil berusaha mengerjakan tugas kampusnya yang akhirnya dikejutkan oleh kehadiran sahabatnya Tara dan beberapa orang temannya. Awalnya mereka memang bertukar cerita satu sama lain dan saling bercanda. Namun semua menjadi rusuh ketika Gina datang. Gina yang notabene adalah pacar Tara yang tidak pernah berhenti menyindir Tiara yang memang menaruh rasa pada Tara. Rasa yang lebih dari sekedar teman.

“Loh, non Tiara sudah pulang? Bibi kirain siapa tadi” Bi Anti yang sudah bekerja puluhan tahun dengan keluarga Tiara mengagetkan Tiara dari lamunannya.

“Ehehe iya Bi, baru aja nyampe” ucap Tiara sambil berjalan kearah lemari es dengan dua buah gelas di tangannya.

“Sama temennya ya non?” tanya Bi Anti lagi sambil mengeluarkan beberapa toples yang berisi biskuit coklat.
Tiara mengangguk sambil membawa dua gelas yang diisinya dengan jus apel dari lemari esnya keluar. Dan di belakangnya, bi Anti tampak mengekor sambil membawa dua toples yang berisi biskuit.

Tiara duduk disamping Andre setelah berterima kasih pada bi Anti dan mempersilahkan Andre untuk minum. Dan tanpa sadar, Tiara memperhatikan Andre yang menegak minumannya dengan cepat dan hanya menyisakan separuh dari isi gelasnya. Yang mau tidak mau membuat Tiara terkekeh geli.

“Haus banget ya, Ndre?” tanya Tiara disela tawanya yang membuat rambutnya yang terikat acak menjadi semakin beratakan karna tubuhnya bergoyang.

Andre yang keki mendengar ucapan Tiara hanya bisa nyengir sambil menggaruk keki tengkuknya dan mengangguk. Belum pernah sejujurnya Andre sedekat ini dengan Tiara. Pertama kali mereka bertemu bahkan sudah nyaris setahun yang lalu. Dan Tiara memang jarang bertemu dengan Tara. Tentu karna alasan yang cukup jelas yaitu, Gina.

“Sorry ya, gue jadi ngerepotin lo, Ndre” ucap Tiara merasa sedikit tidak enak hati dengan Andre. “Gue tau lo baru balik dari luar kota kan?” sambung Tiara lagi yang beberapa hari lalu sempat membaca tweet Andre soal study tour.

“Ga masalah lagi, Ra. Lo itu kan sahabatnya temen gue. Bahkan dua temen gue yang lain ternyata sahabat lo. Jadi santai aja” jawab Andre sambil mencomot sepotong biskuit dari dalam toples.

“Maksud lo Dinda sama Lulu?” kali ini Tiara bertanya sambil menaruh minat pada Andre. Bagaimanapun belakangan Andre dekat dengan Dinda. Sahabatnya dari SMP yang benar benar susah jatuh cinta. Dan tidak menutup kemungkinan buat Tiara untuk mengorek ngorek beberapa hal tentang Dinda dimata Andre.

Andre mengangguk “Kemaren gue jalan bareng Dinda sebelum gue study tour. Nah, kita berdua cerita cerita gitu. Dan gatau gimana sampe ke soal lo dan Tara gitu. As you know la, walaupun kita follow-followan di  twitter, tetep aja kita ketemu baru sekali dua kali. Dan itu udah lama banget” jelas Andre sambil kembali menyomot biskuit dan mengulumnya dalam waktu singkat.

“Hahaha iya. Gue. juga baru sadar kalo kita baru ketemu sekali dua kali. Parah banget. Bahkan gue ga pernah liat lo pada manggung” ucap Tiara sambil ikut mencomot biskuit coklat yang menjadi cemilan favoritnya.

“Lo aja yang parah ga pernah mau liat gue sama anak anak perform” jawab Andre sambil mengeluarka pad-nya.

“Kaya ga paham aja lo, Ndre” sahut Tiara cepat sambil melepas ikatan rambutnya dan membiarkan rambutnya tergerai. “Gina bakal terkam gue idup idup” sambung Tiara lagi.

“Cewek itu emang ga penting. Gue selalu heran kenapa Tara bisa bisanya jatuh cinta sama cewe kaya dia” Andre nyerocos sambil mengaktifkan messengernya. “Bukan gue bermaksud untuk ngatain dia jelek atau apa. Tapi, dia itu worthless banget. Gaada bagus bagusnya. Dia ga pernah bisa jaga attitude dia. Bener bener cewe memalukan” Andre kali ini tampak bicara serius tanpa memperdulikan pad-nya. Pandangannya tertuju pada Tiara yang entah sejak kapan mulai tertunduk.

“Lo gapapa, Ra?” tanya Andre saat menyadari Tiara mulai memainkan ujung bajunya gelisah. Tiara seperti seseorang yang kehilangan arah dan begitu teruka.

Tiara menggeleng lemah “Gapapa, Ndre. Gue biasa di giniin. 10 tahun gue sahabatan sama Tara, gue emang ga pernah bisa lepas dari bayang bayang Gina. Gue heran kenapa dia masih terus musuhin gue. Padahal gimanapun juga,dia itu dulu deket banget sama gue” kali ini suara Tiara benar benar terdengar lemah dan bergetar. Dan itu membuat Andre sadar bahwa Tiara benar benar terluka.

Andre meletakkan padnya yang baru saja dia pegang dan menoleh kearah Tiara. Anak anak rambut berjatuhan disekitar wajahnya. Bibir penuhnya digigit oleh dirinya sendiri. Pertanda kalau gadis itu benar benar risau. Dan wajahnya masih tertunduk menghadap tanah. Berusaha untuk menutupi semua kerisauannya. Dan entah kenapa pemandangan dihadapan Andre itu benar benar mmebuat darahnya berdesir. Tidak pernah sekalipun dia merasakan perasaan ini sebelumnya. Dan ini benar benar diluar kendalinya.

“Andre…” Tiara menengadah namun sekejap terdiam untuk beberapa saat menyadari bahwa Andre sedang menatapnya dengan tatapan yang tidak biasa. Mata mereka bertemu dan saling bertukar pandangan. Namun secepat kilat Andre memalingkan wajahnya dan menatap pad dihadapannya.

“Kenapa, Ra?” tanya Andre saat dia mulai bisa mengatur detak jantungnya yang entah kenapa menjadi berdebar dua bahkan tiga kali lebih cepat.

“Gue gatau kenapa gue pengen nanya ini ke elo. Dan gue harap lo berniat cerita ke gue” ucap Tiara lirih.
Andre terdiam dan sadar bahwa Tiara pasti sedang bergumul dengan perasaannya sendiri. Sesuatu yang pasti sangat memilukan. Menyadari bahwa Gina yang seharusnya sedikit bisa mengerti dirinya tidak bisa menahan segala ucapannya dan malah berbalik menyerangnya. Bahkan di depan Tara pacar Gina yang juga sahabat Tiara. Masih jelas diingatan Andre bagaimana Tiara yang datang dengan seorang temannya berjalan dengan dada terbusung dan dagu terangkat kearah meja mereka. Lalu dengan lantangnya berseru dan mengatakan betapa dia merindukan sosok Tiara yang sudah lama tidak bertemu dengannya dan tentu saja dengan embel embel perebut pacar orang.

Masih jelas juga di ingatan Andre bagaimana terkejutnya Tiara saat mendapati sosok Gina di hadapannya. Sedikit banyak Andre memang tahu tentang masalah antara Gina juga Tiara. Masalah klise tentang persahabatan dan cinta yang seharusnya tidak perlu di lebih-lebihkan. Andre juga masih bisa melihat bagaimana Tiara mencoba menahan air matanya dan tetap membela dirinya walau dengan suara yang nyaris bergetar. Juga saat Tiara memutuskan untuk pergi dan nyaris menjatuhkan macbooknya. Semua masih bisa terputar jelas dalam pikiran Andre. Kejadian yang memang benar benar tidak seharusnya terjadi pada diri seorang Tiara yang menyayangi sahabatnya dengan begitu tulus.

“Lo mau tau apa dari gue? Gue bakal jawab sebisa gue” jawab Andre pelan seolah ikut dalam kegelisahan yang dirasakan Tiara. Dan Andre juga merasa perlu untuk membantu Tiara. Karna bagaimana pun, dia sudah masuk kedalam dunia Tiara. Dengan Tara sebagai sahabatnya dan Dinda yang beberapa waktu ini selalu dengannya. Dan Tara maupun Dinda adalah sahabat terbaik Tiara.

“Apa bener Tara sama Gina udah tunangan?” kata kata itu meluncur begitu saja dari bibir Tiara. Pertanyaan yang selama ini sudah berapa kali coba dia telan sendiri. Kenyataan pahit yang cepat atau lambat akan dia tanyakan pada Tara.

“Kenapa lo harus tanya ke gue lagi kalo lo udah tau jawabannya?” Andre balik bertanya pada Tiara yang tampak mengitari pinggiran gelasnya dengan telunjuknya.

“Gue…gue cuma pengen make sure aja. Setidaknya, gue langsung tau dari lo yang selalu ketemu dia” jawab Tiara masih tetap dengan telunjuknya yang menari mengitari gelas.

Andre terdiam lalu detik berikutnya dia mengangguk dan mengalirlah cerita tentang Tara dari bibirnya. Tidak jarang Andre mendapati Tiara menganga dan menggeleng lemah berusaha untuk tidak mempercayai setiap fakta yang terucap lewat bibir Andre. Namun tidak pernah sekalipun Tiara menyela perkataa Andre. Gadis itu terus mendengarkan dan mendengarkan. Walaupun Andre tau itu bukanlah hal mudah dia terima. Andre memulai saat Gina yang belakangan acap kali datang kerumah Tara dan menghabiskan waktu disana hingga akhirnya berbuntut hubungan yang lebih dari sekedar pacaran dan sampailah ke cerita bahwa akhirnya mereka berdua memutuskan untuk bertunangan dengan tujuan hidup yang jelas mereka akan berdua di akhir nanti.

Andre menghela nafasnya berat. Benar benar berat rasanya menceritakan rahasia sahabatnya pada gadis yang jelas jelas dia tau akan sangat terluka mendengar setiap kenyataan yang ada. Andre sadar kalau tidak ada dirinya saat ini, Tiara pasti akan menangis.

“Gue yakin dia sayang ke elo, Ra. Dia Cuma gabisa bersikap di depan lo. Lo ngerti maksud gue?” tanya Andre memecah keheningan diantara mereka.

Tiara menggeleng “Gue bahkan ga yakin dia sayang sama gue. Oke dia emang selalu bilang ke gue dia sayang sama gue. Sayang yang masih tetep sama kaya 10 tahun yang lalu. Tapi dia ga pernah berlaku kaya dia sayang ke gue. Dia ga pernah buat gue ngerasa kaya sahabatnya, Ndre” Tiara mulai mengeluarkan semua uneg-unegnya pada Andre yang memang akan mendengarkannya.

“Dia ga pernah cerita apapun ke gue. Dia selalu datang ke gue kalo punya masalah sama orang lain atau tugas kuliahnya. Dia ga pernah jujur ke gue, Ndre. Dan lo bisa liat sendiri tadi kan? Dia bahkan ga berkutik saat gue di kata katain Gina. Dan dia selalu gitu” suara Tiara semakin bergetar. Tangannya tampak terkepal sambil menggengam pinggiran kursi jeparanya. Sekuat tenaga gadis itu menahan tangisnya agar tidak pecah. Bagaimanapun Tiara sudah terlalu lelah untuk menangis.

“Gina pernah bermasalah sama temen gue, Ndre. Dan dia sampe ngeDM temen gue di twitter. Dan sampailah masalah itu ke Tara. Dan lo tau apa? Tara malah nyalahin temen gue. Gimana gue ga kesel sama dia, Ndre?” Tiara berucap dengan nada yang benar benar tidak bisa disembunyikan lagi kegundahannya. Dia benar benar tidak mengerti kemana lagi dia harus mengadu.

Andre mendekatkan kursinya lalu menarik Tiara dalam pelukannya. Sekuat tenaga dia meyangkal dirinya agar tidak bertindak yang mungkin akan membuat keadaan makin kacau atau bahkan timbul kesalah pahaman. Tapi dia benar benar tidak mengerti kenapa dia seperti reflex berjalan dan menarik gadis itu dalam pelukannya. Mata Tiara yang berkaca kaca, suaranya yang semakin lirih dan bergetar, juga pegangan tangannya yang mengendur dari pinggiran kursi, semua benar benar membuat Andre tidak bisa menahan diri untuk tidak menenangkan gadis itu.

“Nangis sepuas lo, Ra” Andre mengusap pucuk kepala Tiara lalu berpindah ke punggung gadis itu. Andre benar benar tidak bisa menahan perasaannya yang seperti bisa merasakan apa yang Tiara rasakan.

“Gue cuma pengen dia ngerasa gue sahabatnya. Gue ga butuh semua bbm dia yang bilang sayang gue atau apapun itu. Gue pengen dia ngerasa nyaman ke gue tanpa perlu ada yang dia tutupin dari gue. Gue bakal terima dia apa adanya. Karna sekali dia sahabat gue, dia bakal terus jadi sahabat gue” kali ini tangis Tiara pecah dalam pelukan Andre. Walaupun awalnya Tiara enggan untuk menunjukkan kegelisahannya pada Andre, namun benteng itu seketika roboh saat Andre menarik gadis itu kedalam pelukannya dan memberikannya sebuah tumpuan ditengah kebimbangannya.

“Iya. Gue ngerti apa yang lo rasain, Ra. Gue paham gimana perasaan lo. Tapi, kalo boleh gue jujur sama lo, gue pengen lo tau dia gitu ke elo sebenernya karna dia ngerasa serba salah. Dia bingung gimana harus bersikap ke elo juga Gina. Elo itu terlalu dia sayang. Dan Gina, cewek keras kepala itu akan selalu gangguin elo kalo lo dibelain Tara.” Andre melepas pelukannya dan mencoba meminta pengertian ke Tiara.

“Gue ngomong gini bukan sebagai sahabat Tara, tapi lebih karna gue care ke elo. Ini bukan maksud gue buat ngebelain Tara. Tapi, emang begitulah Tara yang sebenernya. Dia terlalu takut Gina akan semakin nyakitin lo. Makanya dia ga mencoba buat ngebelain lo di depan Gina. Padahal kalo boleh jujur, dia bener bener marah sama dirinya sendiri” sambung Andre lagi sambil menatap mata Tiara dalam sambil mencoba untuk meyakinkan Tiara.

Tiara yang menyimak setiap kata yang keluar dari bibir Andre benar benar merasakan hal yang tidak bisa dia deskripsikan. Perasaannya benar benar campur aduk mendengar perkataan Andre. Ada rasa sesak yang menyesaki perasaannya, juga ada rasa marah karna Tara benar benar tidak bisa menentukan sikapnya. Namun dilain sisi, seterluka apapun Tiara, gadis itu benar benar tidak bisa marah dan membenci sosok Tara yang sejak awal dia ketahui sebagai first love nya.

“Lo percaya sama gue kan, Ra?” tanya Andre ditengah keheningan yang tercipta diantara mereka.
Tiara menengadah dan menatap kearah Andre. Tersadar bahwa Andre yang memiliki campuran darah barat dari kakeknya ini memiliki mata kecoklatan yang benar benar kontras dengan kulitnya yang sedikit menghitam karna dijilat matahari.

“Gue percaya lo kok, Ndre” jawb Tiara lemah. Dia benar benar masih tidak percaya bahwa sebenarnya Tara ada di posisi seterjepit itu. Dan yang bisa Tiara lakukan sekarang hanyalah menerima kenyataan dan juga berusaha untuk tenang.

“Gue Cuma ga pernah berfikir kalau Tara ada di posisi sedemikian sulitnya” sambung Tiara lagi sambil mengusap sisa sisa air mata yang menggenang di pelupuk matanya.

“Gue tau ni sulit dipercaya. Tapi ya inilah kenyataannya, Ra. Dia sayang lo, dan dia gamau Gina selalu nyusahin lo” jawab Andre lagi sambil kembali berusaha menenangkanTiara. Sementara Tiara hanya bisa tersenyum kecil. Senyuman yang dihadiahkannya khusus untuk Andre sahabat Tara yang terkenal playboy. Dan berhasil membuat jantung Andre bekerja lebih cepat dan menjalari rasa hangat ketubuhnya.

“Lo bisa cerita apapun ke gue, Ra. Kapanpun” seru Andre tepat saat senyuman yang mengambang di wajah Tiara nyaris hilang.

“Thanks ya, Ndre. Gue gatau gimana caranya berterima kasih ke elo” sahut Tiara kembali menyunggingkan senyumnya.


-END-

*sebuah cerita singkat yang terlalu pahit untuk diteruskan



No comments:

Post a Comment